HISTORY OF JAVA MUSEUM, MUSEUM BARU DI YOGYAKARTA.


Bila membaca History of Java, sebagian kalangan akan mengasumsikannya dengan buku karya Sir Thomas Stamford Raffles yang memang menjadi literasi awal dunia internasional terhadap kesejarahan pulau Jawa.



Meski kini telah banyak perkembangan pengetahuan kesejarahan di Jawa termasuk penemuan penemuan baru artefak yang membuat kesejarahan Jawa lebih update, buku Raffles memang terbaca sangat komprehensif dan cerdas.

History of Java Museum meski tak memiliki kaitan langsung dengan buku Raffles ini, memiliki tujuan untuk menjadi wahana khasanah sejarah yang sama komprehensifnya dengan Raffles.

Tanpa meninggalkan misi utama edukasi dan literasi kesejarahannya, bahkan History of Java Museum juga bermaksud menjadikan museum yang oleh sebagian masyarakat Indonesia adalah tempat yang membosankan dan menyeramkan, menjadi sebuah wahana edukasi yang menarik dan up to date.


Mengunjungi History of Java Museum, maka kita akan diajak untuk mengerti mengenai Jawa, masyarakat Jawa, Sejarah Jawa, dan Budayanya. Betapa bangsa ini ternyata sangat toleran, pemberani sekaligus memiliki cita rasa budaya yang tinggi dalam kehidupan semestanya.

Di awal, pengunjung diajak melihat sekilas secara audio visual bagaimana terbentuknya pulau Jawa hingga masyarakat yang ada di pulau Jawa. Kemudian pengunjung bisa melihat koleksi museum dengan artefak artefak sejarahnya.

Yang menarik, pengunjung akan didampingi story teller museum yang akan menerangkan dengan menarik mengenai konten museum dan sejarahnya. Tak hanya itu, History of Java Museum, seperti juga museum-museum D’topeng Group yang lain, juga dilengkapi dengan Augmented Reality yang bisa dimanfaatkan pengunjung untuk ber-swafoto. Pemanfaatan teknologi juga dilakukan dalam bentuk aplikasi Augmented Story Teller yang kini tengah dikembangkan oleh History of Java Museum.

Di dalam zona koleksi sendiri, terdapat Pavilyun Karaton, yang akan menampilkan koleksi dan Bilingual Education Board mengenai Keraton Kasunanan Surakarta, Keraton Kesultanan Jogjakarta, Pura Mangkunegaran dan Pura pakualaman.



Setelah zona koleksi yang juga dimeriahkan dengan musik tradisi secara berkala, pengunjung akan memasuki zona diorama, di mana pengunjung kembali bisa merasakan secara interaktif hal hal menarik di masa lampau di pulau jawa, sekaligus ber-swafoto di 3D interactive board.

Puas berselfie ria, pengunjung bisa menikmati kudapan lezat di zona kuliner. Bukan zona kuliner biasa yang ada di History of Java Musem, pengunjung akan merasakan pengalaman berwisata kuliner di kawasan Malioboro Jogjakarta yang memang sudah terkenal dengan suasana khas kuliner Jogjakarta.

History of Java Museum memang sengaja menghadirkan suasana Malioboro tempo dulu di zona kulinernya. Dan di ujung “Malioboro” terdapat panggung besar yang juga secara periodik menampilkan suguhan seni dan budaya baik tradisi maupun modern dari berbagai kalangan seniman, baik local, nasional bahkan internasional.

History of Java Museum dilengkapi dengan “Tumpeng Gallery” yang berada di lantai dua zona koleksi. Komitmen History of Java Museum pada pelestarian Peninggalan Sejarah, Seni dan Budaya Jawa salah satunya diwujudkan dengan pemanfaatan gallery ini menjadi ruang diskusi dan ruang pamer. Selain itu juga menjadi tempat untuk pelestarian Bahasa jawa dengan sebuah kursus Bahasa jawa secara berkala.

Komprehensifnya tulisan Raffles dalam History of Java, kini terwujud secara fisik dengan dukungan teknologi di History of Java Museum. Dan History of Java Museum berupaya menjadi wahana dan media yang menyenangkan untuk berwisata sekaligus memiliki konten edukatif yang memberikan nilai positif bagi pelestarian budaya adiluhung yang dimiliki Bangsa Indonesia, karena sejarah selalu menjadi sesuatu yang aktual.

Selamat berwisata!.

Comments